Hingga 9 April, Polri Tindak 18 Kasus Penyimpangan Produksi dan Distribusi APD COVID-19
Agoeshendriyanto.com - Jakarta - “Dari
18 kasus ini, modus operandinya adalah memainkan harga , menimbun, menghalangi
dan menghambat jalur distribusi alat kesehatan, serta memproduksi dan
mengedarkan APD, hand-sanitizer, atau alat kesehatan lainnya yang tidak sesuai
dengan standar dan izin edar,” ujar Kabagpenum Divisi Humas Polri, Kombes Pol
Asep Adi Saputra, dalam konferensi pers secara daring di Graha BNPB, Jakarta,
Kamis, 9 April 2020.
Kabagpenum
Divisi Humas Polri, mengatakan Kepolisian Republik Indonesia telah mengungkap
18 kasus terkait dengan indikasi terjadinya penyimpangan atau penyalahgunaan
dalam produksi dan pendistribusian alat pelindung diri (APD), hingga Kamis, 9
April 2020.
Khusus
menyikapi dan sekaligus mengantisipasi keterbatasan jumlah alat pelindung diri
(APD), hand sanitizer dan alat kesehatan lainnya, Asep mengatakan Kapolri telah
mengeluarkan Surat Telegram nomor 1.101 IV Tahun 2020.
Surat
Telegram atau ST ini dimaksudkan dalam rangka memberikan pedoman penanganan
pekara dan pelaksanaan tugas selama pencegahan COVID-19.
Dari 18
kasus tersebut, Asep melanjutkan, terdapat 33 tersangka, dan dua di antaranya
dilakukan penahanan.
Para
tersangka kemudian dipersangkakan dengan dua undang-undang. Pertama,
undang-undang no.7 tahun 2012 tentang perdagangan, untuk pelanggaran pasal 29
dan pasal 107, ancaman hukumannya adalah 5 tahun penjara, dan denda Rp50
miliar.
Kedua,
dipersangkakan pula para pelaku tentang undang-undang no.36, perihal kesehatan.
Untuk pelanggaran pasal 98 dan 196, ancaman hukumannya adalah 15 tahun penjara,
dan denda Rp1,5 miliar.
“Penegakan
hukum yang dilakuakan oleh Polri adalah merupakan upaya yang paling akhir atau
ultimum premidium, karena yang kami kedepankan adalah pola pendekatan
kepolisian yang bersifat preemtif dan juga preventif,” kata Asep.
Pendekatan
preemtif dilakukan dengan memberikan imbauan, dan kemudian melakukan pemantauan
yang sifatnya untuk mengingatkan dan juga pencegahan. Apabila kedua upaya ini
tidak efektif, maka upaya penegakan hukum menjadi pilihan terakhir untuk
memberikan jaminan kepastian kepada para pelaku kejahatan tersebut.
Selanjutnya,
sebagai upaya yang berkelanjutan, Kepolisian terus melakukan koordinasi dan
pengawasan bersama dengan dinas kesehatan, serta para distributor demi menjamin
ketersediaan alat kesehatan bagi masayarkat, khususnya para tenaga medis.
Polri
mengimbau kepada seluruh masyarakat, khususnya kepada seluruh pelaku usaha,
baik yang memproduksi maupun mendistribusikan, alat perlindungan diri (APD)
harus mentaati ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan undang-undang.
“Apabila
ini tidak dipatuhi ada perundang-undangan yang mengatur dengan perangkat
ancaman hukuman pidananya. Jadi, hal ini bagi para pelaku usaha hendaknya
menjadi perhatian khusus,” kata Asep.
Secara
umum, Asep juga menyampaikan bahwa penggunaan alat perlindungan diri (APD) bagi
kepolisian RI dalam tugas sehari-hari adalah menjadi sebuah keharusan, baik
dalam tugas rutin, tugas yang sifatnya mobilitas dan pelayanan kepada
masyarakat.
Misalnya,
berkunjung atau sambang, berpatroli, menolonng masayakarat ketika terjadi
kecelakaan dan khususnya anggota kepolisian yang melayani pasien-pasien di
Rumah Sakit Kepolisian ataupun yang sedang diperbantukan sebagai tenaga medis
di Rumah Sakit yang terlah ditunjuk, khususnya seperti Rumah Sakit Darurat.
Dalam
menyikapi penyebaran virus COVID-19, Polri juga mengajak masyarakat
bersama-sama mengedepankan rasa simpati, empati dan gotong royong dalam
menangani penyebaran COVID-19 ini sehingga bangsa Indonesia kembali dalam
kondisi yang sehat dan normal seperti sedia kala.
“Mari
kita meningkatkan disiplin dalam melaksanakan physical distancing dengan
bekerja, belajar dan beribadah dari rumah,” ujar Asep.
Sumber:
@infokabinet.id
Tidak ada komentar